Minggu, 05 Maret 2017

Haiku Bungaku

Bunga perdana 
Paphiopedilum-ku
Mekar sempurna

Si cantik indah
Sapa dirimu ramah 
Di depan rumah
The first flower blooms
My Paphiopedilum
Embracing the world

The beauty orchid
Welcoming you gracefully
In front of my house

Sabtu, 10 Desember 2016

Pohon Kurma

Tanamlah bibit pohon yang ada di tanganmu sekarang juga, meski besok kiamat. Allah akan tetap memperhitungkan pahalanya.” Begitu salah satu hadits yang pernah kudengar/kubaca di suatu tempat.
Selain itu, ada pula kisah tentang seorang kakek yang istiqamah menanam pohon walaupun mungkin usianya tak akan sampai untuk dapat menikmati buah dari pohon yang ditanamnya saat ini. Tapi itu tak menghalanginya dari menanam benih pohon itu. Walaupun mungkin hasilnya kelak hanya bisa dinikmati keturunannya. 
Baiklah... mari kita ikuti teladannya. Ketika beberapa waktu aku menebar biji kurma ke halaman belakang, sempat muncul rasa pesimis dalam hati, akankah pohon itu tumbuh di taman belakang rumah kecilku? Mengingat perjalanan kurma begitu panjang hingga ke tangan kita, disimpan cukup lama dalam kulkas pula, apakah bijinya masih hidup? Tapi bismillah... kutebar begitu saja beberapa biji kurma di sana. Sembarang.
Beberapa waktu kemudian, tiga batang daun tampak mencuat, terlihat berbeda dengan daun cabai yang tumbuh di sekelilingnya. Ketika kuamati, helaian daun itu tampak seperti daun kelapa atau salak yang baru tumbuh. Ternyata itu adalah daun kurma muda. Subhanallah... dia mau tumbuh di sini? Beberapa tunas muncul untuk kemudian beberapa pekan kemudian sebagiannya kuamankan dalam polibag. Kembali kecemasan muncul dalam hati. Bukankah pohon kurma akan tumbuh cukup besar dan 'makan tempat'? Tak akan muat tanah kecil di belakang rumah ini untuk lahan tempatnya tumbuh. Selain itu, pohon kurma tak bisa hidup sendirian.
Tak bisa hanya menanam sebatang kurma jika ingin menikmati buahnya. Pohon kurma ini batang demi batangnya punya jenis kelamin sendiri, yaitu jantan atau betina. Jika hanya satu yang tumbuh, tentu bunganya tak mungkin akan jadi buah. Tampaknya baby kurma itu harus kurelakan untuk 'diadopsi' oleh orang lain yang lebih pantas untuk merawatnya. 
Sebatang tunas baru tampak berjuang menancapkan akarnya ke dalam tanah, sedangkan daunnya masih teramat kecil. Sementara tiga tunas sudah siap diangkut ke rumah baru. Tampak sedikit perbedaan di antara ketiganya. Yang satu batangnya sedikit gemuk sedangkan dua lainnya tampak lebih langsing dengan daun yang lebih panjang. Siapa tahu ini pertanda mereka adalah pohon kurma berbeda kelamin, jantan dan betina. Baiklah. Jika kalian siap 'pindah rumah', aku pun siap merelakan kalian, 'Nak'. Yang betah ya di tempat baru...

Minggu, 30 Oktober 2016

de Green Haiku

Di depan rumah
Mereka tampak indah
Bunga dan buah
目の前に
果物がある
花も咲く
In front of my house
The beauty grow together
Those flowers and fruits

Rabu, 13 Juli 2016

Yuuk, Konsumsi Buah Suka-suka Kita

Akhir Ramadan berarti saatnya bersih-bersih rumah total. Di rumah yang baru kutempati dua tahunan ini, sudah mulai tampak tumpukan berkas-berkas (nggak penting) di sana-sini. Saatnya untuk menyingsingkan lengan baju, menguatkan tekad, dan… sortir! Suka nggak tegaan sih membuang barang-barang yang punya kenangan… (Cemeen. Emang) Tapi mau tak mau memang HARUS dilakukan. Jadi baiklah, mari kita mulai.
Rumah mungil tempatku tinggal saat ini tak punya banyak ruangan, jadi mestinya bisa cepat menyelesaikan sesi beres-beres. Setelah mulai beberes, sekali-dua kali kegiatanku terhenti gegara mencermati memorable items yang kutemukan di sana-sini. Salah satu yang membuatku tertegun cukup lama mengenang memori manisnya adalah sebuah foto dari masa lalu, ketika ikut serta di event yang digelar Sunpride: Fruit Summit 2013
Kenangan event Fruit Summit 2013
Di event itu aku dapat banyak info baru tentang ragam buah Sunpride -yang kukira hanya pisang semata :p- Pepaya California (padahal produk lokal hasil pengembangan ilmuwan Indonesia lhoo...) yang relatif baru rilis, juga Nanas Honi dan Jambu Crystal, itu salah 3 yang menarik perhatianku. Di event itu juga, aku dapat banyak oleh-oleh buah produk Sunpride untuk dibawa pulang. Sayang bahwa aku nggak jadi juara di lomba yang digelar di sana walaupun buntut-buntutnya bersyukur juga, mengingat pemenang lomba bisa membawa pulang hadiah berupa paket buah apa saja setara dengan berat badannya. Nggak kebayang aja bawa pulang buah 50 kiloan ke Bandung. Huhuyy… ;)
Sejak event itu, karena aku tahu ragam produknya, jatuh cintalah aku pada Sunpride. Tak akan salah memilih, baik buah lokal maupun impor, buah pasti Sunpride deh. Dan hari ini, ketika aku membuka kulkas, kudapati Jambu Crystal hasil belanja tempo hari masih berada di daftar antrean untuk dijadikan cemilan. Walaupun aku nggak beli banyak (karena memang hanya untuk konsumsi sendiri), tapi masih belum habis saja itu buahan di kulkas. Mungkin aku memang masih kurang ‘garang’ menyantap buahan. Sebetulnya, selain dimakan begitu saja, buah ini jadi salah satu yang asyik untuk dimasak jadi setup. Hanya direbus bersama gula, cengkih dan kayu manis, tapi rasa buahnya yang berpadu dengan rempah, terasa jadi terapi. Menenangkan, gitu. Selain itu, cairan gula membuatnya awet, jadi bisa dikonsumsi untuk 2-3 hari ke depan. Makin menyerap airnya, malah makin enak!!!
Saat Ramadan lalu, setup buah ini juga cukup sering jadi santapan berbuka. Selain jambu biji, nanas jadi salah satu buah yang pas untuk diolah jadi setup. Sepulang kerja, minum (atau makan?) setup dingin sebagai santapan buka puasa, wah… segar sekali. Saat Ramadan usai, setup buah dingin ini juga asik buat jadi bekal, diminum siang-siang saat kesibukan sedang memuncak. Adem lagi deh, siap melanjutkan aktivitas hingga sore menjelang. Kalau sedang tidak mood masak, kadang saya potong-potong buah lalu cemplungkan ke dalam air minum, jadi infuse water deh. Praktis, menyegarkan, menyehatkan. Selain setup buah, penganan yang sering dinanti oleh teman-teman kolega di sekolah adalah puding roti panas dengan campuran potongan buah. Apel Granny Smith jadi padanan tepat untuk penganan ini. Selain itu, aku sempat pula mempraktikkan resep cake pisang yang kuunduh dari internet. Beli pisang nggak bisa 1-2 saja sih. Kalau tidak segera habis, solusinya ya kuolah jadi penganan lain yang relatif lebih awet. Tapi kalau dibawa ke sekolah, nggak ada awet-awetnya deh. Dalam sekejap, bisa langsung ludes dicomot sana-sini. :p
Manfaat buah untuk kesehatan sudah tak lagi diperdebatkan, baik dimakan segar ataupun olahannya. Tinggal pandai-pandainya kita untuk memilih yang pas untuk kita. Kadang aku memilih buah karena manfaat kandungan buahnya, tapi sesekali memilih berdasarkan mood semata. Lagi pingin kiwi, ya beli… Kali lain lihat Apel Granny Smith yang hijau segar begitu menggoda, ya masukkan saja ke keranjang belanja. Sesekali intip dompet juga siih, nyari kecocokan antara isi dompet dengan price tag. ;) Tapi memang untuk buah, selalu disiapkan anggarannya, karena memang aku kejar manfaatnya.
Sependek pengetahuanku, buah secara general mengandung banyak vitamin dan membantu memperlancar fungsi pencernaan. Tapi setelah menelisik web Sunpride, whoa… ternyata secara spesifik, manfaat buah lebih luar biasa dari yang kuduga. Guava Crystal yang baru-baru ini kubeli, misalnya. Selain rendah kalori dan lemak juga mengandung vitamin A, B, C, mineral, juga senyawa antioksidan poli-fenolik serta flavonoid yang berperan penting dalam pencegahan kanker, anti-penuaan, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kalau umur sudah kepala 4 begini, penting nih pilih yang punya kandungan anti-ageing ;) Selain itu, Jambu biji segar juga sangat kaya akan kalium, yang merupakan komponen penting dari sel dan cairan tubuh, membantu mengontrol detak jantung dan tekanan darah. Noted… noted. 
Dengan manfaat berderet, pilih buah pasti Sunpride deh. Kualitasnya terjamin karena PT Sewu Segar Nusantara, sebagai induk perusahaan Sunpride di Indonesia memiliki kebun buah sendiri di daerah Lampung yang memastikan ketersediaan produksi buah sesuai musimnya dengan kualitas terbaik. Pasokan buahnya, aku yakin ditangani dengan baik oleh staf terpercaya, mulai dari proses budidaya, pengemasan, pengiriman hingga sampai ke keranjang belanja kita. Setelah itu, tinggal dikonsumsi sesuai selera, apakah akan dimakan begitu saja atau diolah jadi penganan lain? Sunpride punya banyaaak alternatif resep makanan maupun minuman berbahan dasar buah yang sangat recommended. Harus dicoba satu-satu! Contekan resepnya bisa dilihat di sini. Kalau lihat deretan resep di web sunpride, apa yang sudah kupraktikkan, ternyata cuma seujung kukunya aja. Hahaa... Masih perlu sering-sering eksplorasi lagi, supaya ragam konsumsi buah makin kaya!. Bagaimanapun cara makannya, walaupun relatif beda sensasinya, tapi manfaatnya akan tetap terasa kok. Yuk atuh, kita makan buah lagi.

Kamis, 30 Juni 2016

Sapa Pagi Setiap Hari

Pagi, Pandan
Sapa selamat pagi setiap hari, 
untuk penghuni kebun belakang ini
salah satunya sang pandan wangi.
Sesekali kupetik daunnya untuk campuran kolak pisang dan ubi 
atau untuk menanak nasi.
Wangi...
Morning, Mangoes
Tak cukup hanya dengan satu
dengan sayang kutanam bijimu
Tunas kecil tumbuh malu-malu
tapi daunmu menyembul satu demi satu
Tak ragu...
Hello, Avocado
Tanam biji tak berharap banyak, tapi tunasmu mantap menyeruak.
Tumbuh dan berkembang mencapai puncak, aku menyimak...
Entah berapa lama aku harus berharap
hingga kelak buahmu tampak.
Morning, Markisa
Tanaman pejuang dan keras kepala -itu pun kalau dia punya- itulah Markisa
Kucabuti tunasmu hampir semua
namun akhirnya kuberi kesempatan tumbuh juga
Sulur merambat ke mana-mana
Lalu muncullah bunga demi bunga
dan buah yang bergelantungan manja
menunggu matang di pohonnya
Pagi, Strawberry
Sapaku setiap pagi, pada tunas mungil yang kutanam dari biji.
Sulur merambah ke sana ke mari, berharap untuk berbagi.
Tak sabar melihatmu bersemi
Kunanti merahmu, Strawberry.

Salam pagi dari keluarga kecil penghuni de Green Garden.

Selasa, 07 Juni 2016

Anggrek Kecilku, Siapa Namamu...?

Beberapa waktu lalu bunga anggrek imut ini mekar lagi di taman kecilku. Bunga berkelopak putih dengan sedikit aksen garis ungu di kelopak bunga bagian bawah ini membuatku penasaran. Cepat sekali dia layu. Kupikir dia akan bertahan satu-dua hari, tapi ternyata dia mempunyai ritmenya sendiri. Mekar di pagi hari, dan keesokan harinya sudah menguncup kembali, menanti luruh ke bumi.
Setelah kutahu irama siklus mekarnya, di suatu pagi yang rusuh, ketika aku bersegera untuk berangkat ke tempat kerja, kusempatkan untuk berfoto bersamanya. Ribet juga berfoto bersama bunga yang belum kutahu namanya, hanya kukenal cantiknya ini. 
Bunga ini muncul dari batang di balik daun, tersembunyi. Untuk memotretnya, aku harus membalik bunganya ke arah belakang. Foto lainnya kuambil dengan menggunakan kamera depan sehingga wajahku ikut terambil. Dengan resolusi seadanya, kurasa lumayan juga hasilnya ;)
Selidik punya selidik, ternyata ini adalah jenis Anggrek Dendrobium. Dendrobium spurium, tepatnya. Begitu menurut info yang kudapat dari salah seorang penggemar Anggrek di sebuah grup di media sosial. Bunga ini termasuk spesies yang bisa ditemukan di hutan-hutan pulau Kalimantan, Jawa, Sumatera dan lainnya. Bukan jenis yang langka, kurasa, sehingga cukup bebas diperjualbelikan. Pohon Anggrek ini pun kudapat dari salah satu kios penjual bunga di dekat rumah saja. Kapan-kapan, aku cari pohon Anggrek lainnya, untuk menemani Dendrobium spurium cantik ini.

Senin, 06 Juni 2016

Koleksi Tas Belanja

Penggunaan kantong plastik di mini market, supermarket hingga hypermarket sekarang ini tak lagi gratis. Ada biaya yang dibebankan kepada konsumen yang menginginkan kantong plastik untuk membawa barang belanjaannya. Cukup jauh sebelum kebijakan ini diturunkan, aku sudah cukup sering membawa sendiri kantong belanja sendiri walaupun kadang-kadang lupa :p 
Pagi ini, kukeluarkan koleksi kantong belanjaku. Koleksi??? Tidak bermaksud begitu sebetulnya, tapi ternyata aku punya cukup banyak kantong belanja berbagai warna dan ukuran, tanpa pernah aku membeli salah satunya. Banyak yang kudapat sebagai goodiebag dari beragam event yang kuikuti (sebagai partisipan). Ada yang kudapat sebagai hadiah atau oleh-oleh, ada juga yang kudapat sebagai sisipan dari majalah yang biasa kubaca. Selain bentuknya yang 'sekedar' persegi panjang dengan posisi vertikal atau horisontal, ada pula yang berbentuk nyaris kubus atau bentuk lain yang bisa dilipat hingga ringkas. Sangat memudahkan saat membawanya ke mana-mana.  
Nah, setelah melihat lagi koleksi kantong belanjaku, mestinya aku nggak punya alasan untuk lupa membawanya saat berkunjung ke pusat perbelanjaan. Mana yang jadi favorit? Sebetulnya aku tidak suka pilih kasih dan pilih-pilih... yang mana pun aku suka. Tapi beberapa di antaranya memang cukup sering kubawa dan kumanfaatkan karena alasan kepraktisan. Salah satunya adalah kantong belanja yang dapat dilipat rapi hingga kecil. Kupilih yang ini karena cukup memudahkan saat kubawa dalam tas. Dia tidak akan berkerut-kerut keriput saat tertimpa dan tergilas benda-benda lain dalam tasku. Yang lainnya adalah kantong belanja dengan bagian dasar yang cukup lebar, yang memudahkan kasir atau aku sendiri untuk menata barang belanjaan ke dalam kantong belanja yang sudah kusiapkan. 
Dalam beberapa kesempatan, saat aku lupa membawa salah satu dari koleksi tas belanjaku, aku menahan diri untuk belanja banyak. Aku mengukur diri untuk berbelanja secukupnya saja hingga barang belanjaanku cukup untuk kutenteng saja agar tak usah terpaksa 'membeli' kantong plastik. Sayang rasanya jika harus keluar uang bahkan Rp 200,- rupiah saja hanya untuk sebuah kantong plastik yang ujung-ujungnya hanya untuk jadi pembungkus sampah rumah tangga. 
Jadi, kembali kutekadkan diri untuk selalu menyiapkan salah satu (atau dua) kantong belanja koleksiku setiap kali berniat mampir ke supermarket maupun warung atau pasar tradisional. Jaga bumi kita dengan mengusung gaya hidup hijau yang salah satunya adalah dengan membawa kantong belanja sendiri setiap kali kita berbelanja. Dampaknya tak terasa besar tapi aku yakin hal ini akan berpengaruh dalam jangka panjang. 

Minggu, 24 Januari 2016

Bunga Bulan Desember

Lagi, Bunga Bulan Desember mekar di bulan yang tak sesuai dengan namanya. Penasaran juga, akhirnya kusempatkan untuk sedikit googling, mencari data tentang tanaman ini. 
Bunga Bulan Desember punya nama latin Haemanthus multiflorus tapi sekarang kabarnya dia berganti nama jadi Scadoxus multiflorus (entah pakai bubur merah bubur putih atau nggak). Dia sebetulnya merupakan tanaman tahunan yang bunganya biasa mekar di musim hujan, sekitar bulan November dan Desember. Berawal dari situ, namanya dikenal sebagai Bunga Bulan Desember sehingga tanaman ini disebut bunga Desember. Bunga ini sempat dipakai sebagai indikator iklim dunia. Tapi sekarang ini, bunga ini tak lagi setia pada namanya. Dia bisa mekar kapan saja. Kabarnya sih itu adalah salah satu dampak dari perubahan iklim global.
Bentuk bunganya seperti bola berdiameter antara 10 cm hingga bisa mencapai 30 cm (???) dengan warna merah terang. Mahkota bunga berbentuk seperti jarum dengan benang sari melengkung keluar, sedangkan kepala sari berwarna merah jambu. Bunga ini merupakan kerabat Bunga Lili yang menjadikan dia terkenal sebagai Blood Lily di luar negeri.
Bunga ini muncul sekali, bertahan beberapa hari, sudah itu...mati. Kemunculannya terasa tiba-tiba karena walaupun rasanya sudah kucermati dan kunanti-nanti kemunculan bunganya, ternyata kuncup bunganya tiba-tiba muncul dan beberapa hari kemudian siap mekar. Baiklah... tumbuh dan mekarlah semaumu. Aku akan tetap menantikan hadirmu, untuk mempercantik halaman depan rumahku. 

Minggu, 27 Desember 2015

Taman Bunga Sepenuh Cinta

Bunga adalah masa lalu, masa kini dan masa depanku. Sejak kecil dulu, ibu sudah mengenalkanku, mengakrabkanku pada bunga. Ragam bunga ditanam di taman kecil depan rumah. Sesekali, ibu mengajak kami, anak-anaknya, untuk menata kembali taman bunga kecil di depan rumah. Mencabuti rumput liar, menata kembali susunan bunga dan bebatuan hingga kembali menyegarkan mata. Kegiatan itu jadi selingan yang menyenangkan untuk kami, yang dilakukan sepenuh cinta.
Dan saat ini, ketika ada sebidang tanah kecil di depan dan belakang rumah yang bisa dimanfaatkan, rasanya memori masa kecil itu menguar kembali. Sekarang ini jadi tanggung jawab utamaku untuk mengurus tanaman dan bunga-bunga itu, mulai mencabuti rumput liar, menyiraminya sehari-hari, hingga membina(sakan) ulat-ulat nakal yang muncul. Ah... Harus kukalahkan rasa 'takut'ku pada makhluk berbulu itu. Maaf, aku lebih sayang bunga-bungaku daripada dirimu.
Ragam bunga tumbuh dan mekar di halaman depan rumah. Banyak di antaranya yang mekar bergantian, membuat semarak dan menyemai bahagia saat melihatnya. Jangankan bunga, saat melihat sehelai daun baru yang mungil muncul dari ujung tangkai, aku sudah bahagia luar biasa. Makin cinta jadinya. Ini sebagian dari koleksi bunga-bunga di depan rumah.
Kompilasi bunga dari #TamanBunga #deGreenFamily
Tumbuh dan mekar berkali-kali dari tangkai yang sama
Bunga Bulan Desember-mekar kapan dia mau
Vanda ungu di depan pintu
Sementara itu, sepetak tanah kecil di belakang rumah, sebagiannya dimanfaatkan untuk menanam tanaman dapur hidup. Kunyit, jahe, pandan, ada di sana. Belakangan ini ada tanaman kacang tanah, cabai dan paprika juga ikut tumbuh di sana. Belakangan, tunas mangga gedong gincu muncul dari biji yang kutanam. Yeay...!!! Selain itu, ada juga tanaman lain, yang nggak indah-indah amat, yang pada intinya difokuskan untuk produksi oksigen di halaman belakang. Rumah jadi sedikit sejuk kan karenanya. :)
Taman depan atau belakang, sama-sama aku suka, seperti anak pertama dan kedua. Cintanya serupa, tak membeda-beda, karena keduanya adalah bagian dari #deGreenFamily.

Minggu, 22 November 2015

Kaktus Bintangku

Sapa selamat pagi dari bunga kaktus bintang di ‪#‎TamanBunga‬ belakang rumah. Konon namanya kaktus bintang laut raksasa (Giant Starfish Cactus), sebangsa kaktus dari famili Asclepiadaceae (hasil googling). Mekar dengan batang menjuntai, kuntum bunganya berbentuk persegi 5 dengan ujung meruncing. Cantiiik, tapi dia mekar sebentar saja. Aku tunggu-tunggu dia mekar sempurna hanya untuk difoto saja. Setelah itu, dia pun mulai layu. Di puncak rekah bunganya, dia merebak bau yang agak menyengat, mengundang lalat biru untuk mendekat.
Ukurannya ketika mekar sempurna bisa sebesar telapak tangan yang dikembangkan. Pola lorengnya cantik, mengingatkan pada Rafflesia. Tapi baunya sempat menipu, kukira ada cecak mati, ternyata aroma busuk itu menguar dari bunga yang satu ini. Sempat nekat pula tempo hari kuhirup dari dekat. Wakkkss... Jangan lagi-lagi.

Sabtu, 27 Juni 2015

Nostalgia Pohon Kersen

Kusiangi rumput liar di sepetak kecil halaman belakang rumah baruku. Sengaja kusisakan sedikit lahan di belakang rumah untuk kubuat taman kebun kecil. Harapanku, sepetak tanah itu akan kutanami beragam jenis pohon. Tak perlu pohon cantik-cantik, tapi cukup sebagai penyumbang oksigen untuk dapurku yang persis berada di depannya.
Akhir pekan begini adalah saat untuk ‘berkebun’. Ah, belum tepat rasanya kata berkebun itu kugunakan untuk kegiatan ini. Setelah setahun masa tinggalku, aku masih bolak-balik berpikir mengenai pohon yang akan kutumbuhkan di halaman belakang ini. Apakah singkong seperti di rumah lama dulu? Lumayan juga kan, setelah beberapa bulan bisa menikmati hasilnya. Singkong dari kebun sendiri pasti lebih gurih rasanya. Ubi jalar menjadi opsi berikutnya. Hasilnya pun bisa dipanen dalam waktu yang tak begitu lama. Diolah dengan berbagai cara, tak akan berkurang nikmatnya. Pisang, sempat juga kupertimbangkan, tapi sifatnya yang terus menerus beranak pinak beresiko menghabiskan lahan yang hanya sepetak kecil itu. Sedangkan aku masih ingin punya dapur hidup dan sedikit ragam tanaman lain di situ.
Sambil mencabuti rumput liar, kucermati tanaman yang tumbuh sesukanya di situ. Aku heran ketika beberapa tunas Begonia hijau bermunculan di sana-sini, sementara pohonnya sendiri sudah mati beberapa waktu sebelumnya. Mungkin dia akhirnya berhasil menebar biji ketika bunga putihnya muncul sebelum dia mati. Dan sekarang, beberapa tunas Begonia akhirnya kubiarkan tumbuh. Tanaman berdaun tak simetri itu, bisa tampak manis juga kok. Dua jenis Begonia lainnya sengaja kutanam di depan rumah. Daunnya yang merah hijau keunguan jadi aksen di antara kehijauan tanaman lainnya.
Tanaman berikutnya yang menjadi sumber pertanyaanku adalah sejenis sukulen yang berdaun cantik. Jika dia sudah cukup tua, di ujung-ujung daunnya akan muncul tunas yang berbentuk seperti bunga. Dia pun bisa terlihat cantik, tapi penyebarannya terasa sporadis, tak beraturan di sana-sini. Tapi kembali kubiarkan dia tumbuh di situ. Sementara rumput liar, tak ada ampun bagimu, langsung kucabut hingga ke akar. Sementara di taman kecil di depan rumah, sepetak tanahnya sengaja kubiarkan berumput, tapi tidak liar tentunya.
Beberapa tunas kecil tampak tumbuh pula di sana-sini, membuatku heran saja. Dari mana dia datangnya? Daun yang berbentuk bulat telur lanset, sedikit berbulu dengan tepi bergerigi dan ujung runcing runcing ini, kukenal betul sebagai benih pohon Kersen. Perjalanan jauh telah ditempuh bulir biji dari buah mungil yang manis nian ini, buah yang jadi favoritku di masa kecil dulu.
Teringat sebuah episode saat aku masih sering main-main di kompleks tentara di belakang rumah orang tuaku. Aku dan Yani, seorang anak tentara yang tinggal di kompleks itu, cukup sering main bersama. Ada beberapa pohon Kersen besar di kompleks tentara itu. Setiap kali kami melewatinya, buah-buah Kersen mungil yang ramun bersembulan dari balik dedaunan rimbunnya, menggodaku, seolah memanggil-manggil untuk memetik mereka. Sekali-dua kali, aku dan Yani sempat juga memanjat pohon itu dan berlomba mencari buah paling ranum untuk langsung dimakan sambil nongkrong di atas pohon.
Berada di atas pohon membuatku merasa istimewa, seolah melakukan perjalanan ke dunia lain. Pada saat berada di puncak pohon, memandang langit, berayun bersama angin, aku serasa dibawa ke sebuah suasana berbeda yang sungguh kunikmati setiap momennya.
Sekali waktu, aku dan Yani memanjat salah satu pohon kersen tak bertuan yang berada di tepi jalan dan begitu asyik memandang kanan-kiri mencari sekelebatan buah mungil merah mengkilat itu. Di sebelah kepala Yani, kuincar sebuah Kersen ranum yang cukup besar. Bulirnya yang merah mengilap begitu menggiurkan, hingga dengan serta merta kuulurkan tangan untuk meraihnya. Beberapa senti di sebelahnya, baru kuperhatikan, seekor ulat bulu dengan tenang memamah daun Kersen yang berbulu halus itu. Nyaris kuurungkan niat untuk mengambil buah itu, tapi aku tak kuasa menahan godaannya. Kuulurkan tangan lebih jauh untuk meraih buah itu, bersamaan dengan Yani memalingkan wajahnya dan mendapatiku sedang memetik buah tepat di sebelah kepalanya, lalu dia berteriak untuk dua alasan. Yang pertama, kecewa karena aku berhasil mendapatkan buah ranum yang begitu dekat dengannya, dan alasan yang kedua, keterkejutannya ketika pandangannya bergeser pada si ulat bulu. Kami segera meluncur turun dari pohon itu, karena sangat kami sadari bahwa si ulat bulu tak mungkin sendirian di atas pohon itu. Bukan hanya kami yang menemaninya, tapi pasti ada banyak teman-temannya di pohon itu. Kami tentu tak mau ambil resiko. Setelah kumasukkan Kersen itu ke mulutku, kukunyah untuk merasakan sensasi pecahnya kulit buah yang tipis dan merasakan manisnya buah berbiji lembut itu, akupun segera bersicepat turun dari pohon Kersen yang sudah kami eksploitasi, ditemani si ulat bulu tadi.
Tak jarang, burung-burung pun hinggap di pohon, tapi mereka memilih untuk mengalah pada saat kami saat memanjat pohon berkayu ringan ini. Tak mendendam pada manusia, mereka justru  ikut menebar biji-biji pohon yang tak kuasa mereka cerna itu, membawanya dalam perjalanan, jauh atau dekat, yang salah satunya sampailah di halaman belakang rumahku. Hmm… galau kembali. Akankah kubiarkan pohon Kersen ini membesar dan kelak akan membawaku dalam sebuah perjalanan nostalgia? Ataukah kucabuti saat masih kecil-kecil hingga tak bersisa? Jangan khawatir, Kersen, perjalananmu masih panjang. Walaupun kau tak tumbuh di belakang rumahku, tapi sebagai pionir kalian sudah menjadi pohon peneduh di tepi jalan, menjadi payung peneduh bagi mereka yang mencari keteduhan. Sementara di belakang rumahku, biarkanlah pohon lain yang tumbuh. Sesekali, kan kucari dirimu, untuk memetik kembali buah-buah ranummu, dalam perjalanan mengenang masa kecilku.

Kembali kuingat Yani, sahabat masa kecilku. Di manakah gerangan dia berada sekarang ini? Ingin sekali bertemu dengannya lagi, kembali berburu Kersen, atau mungkin melihat-lihat ragam tanaman di rumah baruku, sambal berbincang tentang masa lalu. Jika burung-burung kecil ini menerbangkan biji kersen ke rumahmu, semoga engkau pun mengingat dirimu.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Awesome Journey” Diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan Nulisbuku.com


Jumat, 12 Juni 2015

Bunga-bunga di Rumah Baru

Setahun masa tinggalku di rumah baru. Tanaman yang ikut kubawa pindahan mulai beradaptasi dengan suasana baru dan satu persatu mulai berbunga. Perkenalkan...anggota keluarga di rumah baruku.
Amarylis Orange. Amarylis ini dikenal juga dengan nama bakung, bukan? Bunga ini sudah mekar dua kali dalam rentang waktu setahun di rumah baru. Mekarnya bergantian. Satu mekar, yang lain masih kuncup. Ketika yang kuncup mulai mekar, yang lainnya justru layu. Jadi penasaran, apakah akan ada masanya bunga ini mekar bersamaan?
Paphiopedilum. Senangnya... bunga ini sudah 3 kali berbunga. Setelah muncul bunga pertama, lalu sambung menyambung beberapa kali, dilanjut dengan kuntum berikutnya, Kali ini sempat mekar bersamaan. Cantiiik...!
Bunga Anggrek dendrobium ungu tua. Ketika mekar pertama di rumah barunya, hanya 4 atau 5 kuntum bunganya. Sebelumnya, di rumah yang lama, untaian bunganya bisa mencapai belasan kuntum bunga di satu tangkai. Mungkin dia masih dalam masa adaptasi. Mudah-mudahan di musim berbunga berikutnya, bunganya lebih banyak yaa. Saat ini muncul lagi daun-daun kecilnya.  
Phalaenopsis. Bunga anggrek bintik ini awet juga bertahan dengan beberapa kuntum bunga dalam satu untaian. 
Anggrek putih kecil. Anggrek jenis apa ini yaa? Ah... aku pun tak punya catatannya. Kubeli pada saat pameran beberapa waktu yang lalu, dia sudah berbunga, putih, kecil-kecil. Tak sempat kuabadikan bentuk bunganya. Berharap di kesempatan berikutnya, bunganya muncul lebih banyak.
Vanda ungu. Bunga ini sudah menumbuhkan kuncup bunganya ketika di rumah lama, tapi urung berkembang hingga matinya. Ketika kubawa ke rumah baru, batang bunganya masih utuh, tapi berangsur kering. Batang itu kemudian kupotong untuk memberi kesempatan agar bunga baru berani tumbuh. Dan memang tak lama kemudian batang bunga baru pun muncul. Kurawat dan kusayang-sayang agar sukses berkembang. Dan inilah dia, rangkaian anggrek vanda ungu yang kuposisikan di depan pintu depan rumah.
Adenium. Bunga ini dikenal dengan nama Kamboja Jepang, padahal nama ini sebetulnya 'menyesatkan', karena bunga ini bisa disangka sekeluarga dengan kamboja padahal kedua tanaman itu berasal dari keluarga inti yang sama (Apocynaceae) tapi genus yang berbeda. Mungkin bisa dikatakan bahwa mereka adalah sepupuan. ;) Tetangga sebelah rumah menanam pohon kamboja putih di halaman depan rumahnya, sementara Adeniumku kutanam di belakang rumah. Sudah berbunga beberapa kali, dan aku masih selalu menikmati keindahannya. Bunga cantik, yang membuatku menginginkan adenium varian lainnya, untuk menemani si pinky yang satu ini.

Minggu, 02 Maret 2014

Throwing The 'Treasures'

Saatnya membersihkan rumah besar-besaran. Spring cleaning, ceritanya. Rumah perlu dibersihkan. Barang-barang 'tak berguna' perlu disingkirkan. Bukan untuk memberi ruang bagi barang lain, tapi memang berniat mengosongkan ruang, supaya lebih banyak udara segar yang bisa masuk ke rumah. Dan nggak (terlalu) pusing kalau mau pindahan nanti ;)
Tumpukan buku, kertas dan berkas itu hasil bebersih rak buku besar di lantai atas. Itu adalah kumpulan catatan kuliah (berapa tahun lalu tuh?), makalah seminar yang sudah kadaluarsa, majalah lama, hingga buku-buku peninggalan bapak yang halamannya sudah menguning. Setiap kali memilah-milah koleksi buku bapak, miris rasanya, seolah harus merelakan harta harun, berupa kenangan akan bapak yang sangat menghargai buku dan ilmu. Tapi hidup harus berlanjut. Kupaksakan diri dan hati untuk menyortir buku-buku yang tak kuperlu.
Entah berapa kilo beratnya tumpukan buku ini -ditambah debunya :p-, tapi lumayan bikin aku bolak-balik 3-4 kali dari lantai atas ke teras depan. "Silakan dilego aja, pak." Ujarku pada pak Aleh, tetangga yang biasa bantu bersih-bersih taman hutan kecil di depan rumah. Ya, hari ini pak Aleh sekalian membabat tanaman heliconia yang sudah tumbuh teramat rimbun. Sebetulnya, bunga pisang-pisangan yang beruntai dengan warna merah-kuning cerah ini sungguh cantik menghias taman ketika mereka berbunga. Tapi ketika tanaman ini tumbuh semakin rapat, padat, mengambil lahan dan oksigen untuk tumbuhan lainnya. Jadi 'harta karun' yang cantik ini pun harus kurelakan untuk dipangkas secara sporadis. Setelah dibabat dan dirapikan, ah... tamanku jadi terang. Segar.
Sementara itu, di dalam rumah pun aku tak mau kalah ikut bebenah. Kusingsingkan lengan baju, membiarkan jiwa Upik Abu dalam diriku keluar dan melakukan tugasnya. Mencuci pakaian, nyapu-ngepel, cuci piring, masak (haha... masak apaan sih...? Cuma goreng-gorengan aja kok), lalu mandi-keramas. Tapi menunda pekerjaan menyeterika yang memang tak terlalu kusuka :( Istirahat dulu. Menikmati segarnya rumah yang mungkin tak lama lagi akan kutinggalkan. Momen ini kumanfaatkan untuk menoreh kenangan indah di rumah ini. Kenangan akan rumah yang bersih segar. Soal setrikaan yang menggunung? Hmm...bisa kuboyong ke rumah baru nanti :p