Kamis, 30 September 2010

Menuju "Paperless and/or Less-paper World"

Sebuah tulisan dari Papa Fariz yang dipublikasikan di tekno.kompas.com, membuatku tergelitik. Beberapa waktu yang lalu, sebuah ide koran atau buku digital sempat mampir di kepalaku. Akan ada masanya, koran tidak lagi laku. Bukan karena beritanya yang basi, tapi kecepatannya dikalahkan oleh media online. 
Kindle, perangkat pembaca e-book buatan Amazon.
Aku bermimpi akan adanya suatu alat elektronik yang memiliki seluruh fungsi koran atau majalah, tanpa kertas. Paperless newspaper. Namanya jadi terdengar lucu. Saat ini, mungkin gadget itu sudah tersedia, walaupun belum beredar secara luas. Agar dapat tetap up to date dengan berita, namun juga peduli pada bumi dengan mengurangi konsumsi kertas. Bagus bukan? Sungguh, aku ingin memilikinya.

Senin, 27 September 2010

Climate Change Action Training

Campus Center Timur ITB, Jl. Ganesha 10. Sabtu, 25 September 2010. Kuputuskan untuk ikut serta dalam workshop ini, dalam upaya membuat langkah kecil yang kelak akan berkesinambungan untuk menghijaukan Indonesia, menyelamatkan bumi. Terlihat ambisius dan sedikit utopis, tapi memang perubahan iklim itu nyata, dan kita perlu membangun awareness mengenai hal ini, dan bertindak nyata untuk mengurangi laju perubahan iklim yang kita hadapi saat ini. 
Film An Inconvenient Truth yang digarap oleh Al Gore, menjadi salah satu penggerak berbagai gerakan penyelamatan bumi saat ini. Semua berawal dari hal-hal kecil, namun bisa berdampak sangat besar. Berbagai hal kecil yang membuat kita makin nyaman hidup di era industri ini, mempercepat laju pemanasan global dengan efek rumah kacanya. Ketika segala apa yang kita lakukan sudah terasa semakin jauh, hingga berdampak kepada membesarnya lubang ozon yang mencancam keselamatan bumi beserta semua makhluk yang tinggal di atasnya, maka sudah saatnya kita menahan laju kita, dan mulai melakukan hal-hal kecil yang akan berdampak besar untuk penyelamatan bumi yang kita tinggali ini.
Sungguh sangat ingin menulis banyak tentang hal ini, tapi insya Allah di kesempatan mendatang, akan kuulas satu demi satu mengenai apa yang perlu menjadi perhatian dan kekhawatiran kita, juga apa yang bisa kita lakukan untuk membuat bumi makin nyaman ditinggali, namun tetap aman bagi generasi mendatang. Mari selamatkan bumi!

Sabtu, 18 September 2010

Kontak Saya Saja, Neng...

Beberapa waktu lalu aku bersih-bersih rumah, dan menyortir beberapa barang yang sudah tak berguna. Sejumlah buku lama yang sudah sangat out of date (bayangkan saja, Panduan Menulis Dengan Chi-Writer: huhuy... jaman kapan tuh...?; buku-buku jaman SMP dan SMA: wah...sudah berbilang puluhan tahun yang lalu), botol-botol bekas, juga benda lain yang usang berdebu, tak bermutu. Semuanya kutumpuk di teras samping, siap untuk diangkut dan dibawa ke tempat rongsokan.
Tak berapa lama kemudian, ketika aku sedang menyirami tanaman Anggrek ibuku, terdengar suara seorang lelaki memanggil-manggil, "Bu... ada barang bekas yang mau dijual?" tanyanya keras-keras. Aku pun menanggapi positif. Kupikir, barang-barang yang kutumpuk tadi, daripada 'cuma' dibuang kan lumayan juga kalo bisa dijual dan jadi duit ;)
Kubukakan pintu teras samping untuk mempersilakan si bapak itu masuk. Dia bukan sekedar pemulung, tapi biasa membeli barang-barang bekas dari rumah-rumah, untuk kemudian dia jual kembali kepada 'penadah' ;) Kupikir, yang begini ini yang lebih bermanfaat daripada pemulung yang biasanya hanya bisa mengobrak-abrik tempat sampah :( 
Aku sendiri sebetulnya sudah biasa untuk memilah sampah sebelum membuangnya. Minimal, memisahkan sampah rumah tangga/dapur dengan sampah berupa barang bekas. Tapi pemulung mana mau tahu? Mereka obrak-abrik saja kantong plastik di bak sampak samping rumah untuk mencari benda-benda yang kira-kira bisa diambil dan dimanfaatkan, tanpa peduli pasukan kuning tukang sampah nanti akan kerepotan mengambil sampah yang jadi terserak berantakan. :(
Pendek kata, aku menemui bapak pemulung yang belakangan kutahu namanya Eko. Dia berniat membeli barang-barang yang kutumpuk di samping rumah. Ada sekardus besar buku dan kertas-kertas tak berguna, juga satu kantong plastik yang juga besar, berisi benda-benda tak terpakai lainnya. Sementara aku yang memang berniat membuangnya, justru terbantu dengan keberadaan si bapak. Dia sibuk mengikat barang-barang yang akan dibawanya, sambil bicara ngalor-ngidul tentang timbangan yang valid digunakan... tentang barang-barang yang bersedia dibelinya... dan lain sebagainya. Dia bilang, pastinya masih banyak benda-benda tak berguna yang ada di rumah sebesar yang kutinggali sekarang ini. Ya... begitulah kira-kira. Cuma tinggal mencari waktu untuk merapikannya saja, begitu lanjutnya. Dia katakan lagi, jika sekiranya aku sudah menyiapkan barang-barang bekas untuk dibuang dan dimanfaatkan olehnya, hubungi dia saja. 
Kupikir, aku harus siap-siap janjian untuk ketemu dia lagi beberapa pekan berikutnya, tapi ternyata dia bilang, "Kontak saya saja, neng." Dia lalu memberikan nomor HPnya agar aku bisa menghubunginya kapan saja. Wow! Pemulung masa kini gitu lho. Cukup angkat telfon dan kirim pesan pendek, minta dia menjemput barang bekas di alamat tertentu, dan dia akan datang. Yang begini lebih praktis ya? Aku suka...! ;)

Jumat, 10 September 2010

Minggu, 05 September 2010

Kartu Elektronik Idul Fitri

Jelang Syawal, kusampaikan ucapan selamat Idul Fitri 1431 Hijriah. Mohon maaf lahir-batin, kali ini lagi-lagi tanpa kertas. Budaya surat dan kartu elektronik telah mengakar kuat, kulakukan untuk menghemat, sehingga tak perlu kertas dan perangko. Walau terasa kurang sentuhan personal, namun lebih ramah lingkungan, bukan? ;)
Taqabbalallaahu mina wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita, menerima pahala shaum kita, dan Dia berkenan mengembalikan kita kepada fitrah. Amiin.
Selamat Idul Fitri 1431 Hijriah.
Mohon maaf lahir batin.