Sabtu, 18 September 2010

Kontak Saya Saja, Neng...

Beberapa waktu lalu aku bersih-bersih rumah, dan menyortir beberapa barang yang sudah tak berguna. Sejumlah buku lama yang sudah sangat out of date (bayangkan saja, Panduan Menulis Dengan Chi-Writer: huhuy... jaman kapan tuh...?; buku-buku jaman SMP dan SMA: wah...sudah berbilang puluhan tahun yang lalu), botol-botol bekas, juga benda lain yang usang berdebu, tak bermutu. Semuanya kutumpuk di teras samping, siap untuk diangkut dan dibawa ke tempat rongsokan.
Tak berapa lama kemudian, ketika aku sedang menyirami tanaman Anggrek ibuku, terdengar suara seorang lelaki memanggil-manggil, "Bu... ada barang bekas yang mau dijual?" tanyanya keras-keras. Aku pun menanggapi positif. Kupikir, barang-barang yang kutumpuk tadi, daripada 'cuma' dibuang kan lumayan juga kalo bisa dijual dan jadi duit ;)
Kubukakan pintu teras samping untuk mempersilakan si bapak itu masuk. Dia bukan sekedar pemulung, tapi biasa membeli barang-barang bekas dari rumah-rumah, untuk kemudian dia jual kembali kepada 'penadah' ;) Kupikir, yang begini ini yang lebih bermanfaat daripada pemulung yang biasanya hanya bisa mengobrak-abrik tempat sampah :( 
Aku sendiri sebetulnya sudah biasa untuk memilah sampah sebelum membuangnya. Minimal, memisahkan sampah rumah tangga/dapur dengan sampah berupa barang bekas. Tapi pemulung mana mau tahu? Mereka obrak-abrik saja kantong plastik di bak sampak samping rumah untuk mencari benda-benda yang kira-kira bisa diambil dan dimanfaatkan, tanpa peduli pasukan kuning tukang sampah nanti akan kerepotan mengambil sampah yang jadi terserak berantakan. :(
Pendek kata, aku menemui bapak pemulung yang belakangan kutahu namanya Eko. Dia berniat membeli barang-barang yang kutumpuk di samping rumah. Ada sekardus besar buku dan kertas-kertas tak berguna, juga satu kantong plastik yang juga besar, berisi benda-benda tak terpakai lainnya. Sementara aku yang memang berniat membuangnya, justru terbantu dengan keberadaan si bapak. Dia sibuk mengikat barang-barang yang akan dibawanya, sambil bicara ngalor-ngidul tentang timbangan yang valid digunakan... tentang barang-barang yang bersedia dibelinya... dan lain sebagainya. Dia bilang, pastinya masih banyak benda-benda tak berguna yang ada di rumah sebesar yang kutinggali sekarang ini. Ya... begitulah kira-kira. Cuma tinggal mencari waktu untuk merapikannya saja, begitu lanjutnya. Dia katakan lagi, jika sekiranya aku sudah menyiapkan barang-barang bekas untuk dibuang dan dimanfaatkan olehnya, hubungi dia saja. 
Kupikir, aku harus siap-siap janjian untuk ketemu dia lagi beberapa pekan berikutnya, tapi ternyata dia bilang, "Kontak saya saja, neng." Dia lalu memberikan nomor HPnya agar aku bisa menghubunginya kapan saja. Wow! Pemulung masa kini gitu lho. Cukup angkat telfon dan kirim pesan pendek, minta dia menjemput barang bekas di alamat tertentu, dan dia akan datang. Yang begini lebih praktis ya? Aku suka...! ;)

4 komentar:

  1. salam kenal, mba Diah..wah, hebat nih bisa ketemu penadah yg bisa dicall. Posisi di mana nih ? kalau di Depok, aku mau juga dong..

    terimakasih masukannya, mba..
    blognya ku follow ya :)

    BalasHapus
  2. Bandung Selatan, mbak Lita ;) Mungkin di Depok ada juga, kali. Coba saja hadang satu-dua pemulung yang suka 'berkeliaran' ke perumahan. Siapa tahu mereka juga bisa dikontak. Hari gini, gitu... ;)
    Terima kasih mau follow ya mbak. Maaf nih, masih jarang-jarang ng-update blog yang ini. Hihi...

    BalasHapus
  3. di tempatku juga ada pemulung yg punya hp
    kebetulan dia bos pemulung & bekas tk ketoprak langganan kami
    tiap butuh jasa dia utk mengangkut barang2 bekas, langsung telp atau sms, dateng deh orgnya ^__*

    BalasHapus
  4. Mbak Maya, mungkin kita bisa koordinir para bos pemulung itu untuk mengorganisir anak buahnya untuk melakukan jejaring hal serupa di antara mereka. Jika demikian, tiap kali kita perlu di lingkungan kita, si bos besar tinggal kontak anak buahnya yang tinggal paling dekat dengan kita. Ah... senangnya jika bisa begitu ya. ;)

    BalasHapus