Minggu, 14 Maret 2010

Banjir Bandung

Beberapa waktu lalu, aku pulang sangat terlambat dari sekolah "gara-gara" bergabung dengan rombongan guru-guru kelas 3 SMP yang mendampingi siswa bermalam di sekolah. Aku pulang diantar hujan yang masih setia sejak sore harinya.
Aku nekat keluar gerbang tol Toha, dengan optimisme bahwa jalanan sudah lengang. Tapi yang terjadi ternyata di luar dugaan. Aku dihadang banjir di 3 area. Yang pertama, genangan air yang lebih tinggi dari mata kaki orang dewasa berhasil kulalui dengan Katana hijauku. Sebuah kendaraan di depanku sudah memutar haluan lebih dulu. Mungkin malas atau gentar untuk melaju di atas air.
Yang kedua, area Palasari. Ini pun mulus kulewati. Yang ketiga, wah... yang ini kelihatannya banjir "jumbo" nih. Mobil di depanku, sebuah sedan biru, pengemudinya terlihat ragu. Akhirnya dia memutuskan untuk berputar balik, menghindari jalanan yang tak terlihat digenangi air cokelat. Lagi-lagi aku nekat. Kuikuti mobil di depanku, sebuah L-300, dengan jantung dagdigdug. Berharap semoga tak perlu berhenti di tengah genangan air yang ternyata makin tinggi... mencapai lutut orang dewasa, kulihat dari seorang pejalan kaki yang menggulung celana panjangnya tapi masih basah juga akhirnya.
Alhamdulillah... genangan air itu akhirnya terlewati juga, hingga sampai aku ke rumah.
Pagi berikutnya, sebelum berangkat ke tempat kerja, ragu menghampiriku. Penasaran juga, karena ingin tahu, apakah banjir sudah surut. Ternyata eh ternyata, area yang kemarin kulewati tanpa genangan air, pagi ini sudah berubah. Orang-orang banyak di luar rumah, polisi mengatur arus lalu lintas, memastikan tidak ada kendaraan yang melaju cepat agar tak menghasilkan gelombang atau bahkan percikan air.
Selepas itu, masih bisa kulihat dengan jelas beberapa kantong plastik pembungkus sampah 'terdampar' di pinggir jalan, pertanda bahwa masih banyak orang yang membuang sampah ke sungai. Membuatku marah saja. Bagaimana tidak? Inilah gara-gara budaya buruk masyarakat yang membuang sampah ke sungai seenaknya. Ketika kemarau terlihat aman-aman saja. Tapi saat musim hujan seperti sekarang, sampah yang terbawa aliran air bisa jadi sumbatan di mana-mana dan akhirnya malah tumpah ruah ke pemukiman. Bukankah yang rugi adalah kita-kita juga?
Mari kita benahi lagi diri kita, mentertibkan diri membuang sampah pada tempatnya. Klise kedengarannya, tapi manfaatnya akan terasa kemudian. Ayo, mulai dari yang kecil dulu. Biasakan buang sampah pada tempatnya. Bisa kan...?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar